Sabtu, 10 Agustus 2013

KEORGANISASIAN lanjutan



Keorganisasian DKGI
Keorganisasian Dewan Kehormatan Guru Indonesia merupakan peraturan atau pedoman pelaksanaan yang dijabarkan dari Anggaran Dasar (AD) PGRI BAB XVII pasal 30, dan Anggaran Rumah Tangga (ART) PGRI BAB XXVI pasal 92 tentang Majelis Kehormatan Organisasi dan Kode Etik profesi, dalam rangka penegakan disiplin etik guru.



Pasal 8
Syarat-Syarat Pengurus dan Anggota
Syarat-syarat yang wajib dipenuhi oleh seseorang untuk dapat dipilih, diangkat, atau ditunjuk menjadi pengurus atau anggota DKGI adalah guru dan tenaga kependidikan lainnya yang di yakini:
(1)
 Beriman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(2)
Berjiwa nasionalisme yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
(3)
Memiliki kepribadian yang dapat diterima dan disegani serta memiliki kredibilitas profesi kependidikan yang cukup tinggi.
(4)
Loyalitas yang tinggi terhadap organisasi PGRI, peka terhadap perkembangan permasalahan yang muncul di lingkungan kependidikan dan maupun kemasyarakatan.
(5)
Menguasai masalah Kependidikan, guru dan tenaga kependidikan.
(6)
Bersih, jujur, adil, sabar, terbuka dan berwibawa.
Pasal 9
Masa Jabatan Pengurus
(1)
Masa jabatan kepengurusan DKGI sama dengan masa jabatan pengurus PGRI yaitu selama 5 tahun.
(2)
Masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat satu di atas segera berlaku setelah adanya pengesahan secara keorganisasian dari Pengurus Besar PGRI, dan pengesahan kepengurusan dari Pengurus PGRI yang ada pada daerah tersebut.
Pasal 10
Tugas dan Wewenang
Sesuai dengan AD PGRI BAB XVII pasal 30 ayat 2, dan ART PGRI BAB XXVI pasal 92, maka tugas dan fungsi DKGI adalah :
(1)
memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pelaksanaan, penegakan, pelanggaran disiplin organisasi dan Kode Etik Guru Indonesia Indonesia kepada Badan Pimpinan organisasi yang membentuknya tentang:

a.
pelaksanaan bimbingan, pengawasan, penilaian dalam pelaksanaan disiplin organisasi serta Kode Etik Guru Indonesia;

b.
pelaksanaan, penegakan, dan pelanggaran disiplin organisasi yang terjadi  di wilayah kewenangannya;

c.
pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia yang dilakukan baik oleh pengurus maupun oleh anggota serta saran dan pendapat tentang tindakan yang selayaknya dijatuhkan terhadap pelanggaran kode etik tersebut;

d.
pelaksanaan dan cara penegakan disiplin organisasi dan Kode Etik Guru Indonesia; dan,

e.
pembinaan hubungan dengan mitra organisasi di bidang penegakan serta pelanggaran disiplin organisasi serta Kode Etik Guru;
(2)
pelaksanaan tugas bimbingan, pembinaan, penegakan disipin, hubungan dan pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia sebagaiamana ayat-ayat di atas dilakukan bersama pengurus PGRI di segenap perangkat serta jajaran di semua tingkatan;
(3)
pelaksanaan tugas penilaian dan pengawasan pelaksanaan kode etik profesi sebagaimana ayat-ayat di atas dilakukan melalui masing-masing DKGI di semua tingkatan organisasi.
Pasal 11
Pertanggung Jawaban
DKGI Pusat bertanggung jawab kepada Pengurus Besar PGRI melalui Kongres dan Konpus PGRI; DKGI PGRI Provinsi dan atau Kabupaten/kota bertanggung jawab kepada Pengurus PGRI Provinsi dan atau Kabupaten/kota melalui Konprov/Konkerprov dan Konkab/Konkot dan atau Konkerkab/Kot di Provinsi dan atau di Kabupaten/kota.
Pasal 12
Ketentuan Persidangan
DKGI pada waktu melaksanakan tugas dan fungsinya terutama tugas penilaian dan pengawasan perlu menyelenggarakan persidangan-persidangan dengan ketentuan sebagai berikut :
 (1)
pelaksanaan persidangan DKGI akan dianggap sah apabila dihadiri lebih dari satu per dua dari jumlah anggota;
(2)
waktu dan jumlah persidangan tergantung kebutuhan, dan hasil dari seluruh persidangan akan menjadi laporan pertanggungjawaban satu tahun satu kali dalam forum organisasi yang disebut Konpus, konkerprov dan atau Konkerkab/kot PGRI, dan lima tahun sekali dalam forum Kongres dan atau Konkab/kot PGRI;
(3)
DKGI dalam melaksanakan persidangan harus bersifat tertutup, kecuali apabila dikehendaki lain, dan ditentukan seluruhnya oleh DKGI itu sendiri;
(4)
ketua DKGI menjadi pimpinan sidang, dan apabila berhalangan hadir maka penggantinya adalah wakil ketua, dan apabila masih juga berhalangan maka persidangan sementara ditunda;
(5)
sekretarias bertanggung jawab atas seluruh pencatatan dan pelaporan hasil sidang, apabila sekretaris berhalangan bisa digantikan oleh anggota yang ditunjuk pimpinan sidang yang disepakati anggota yang lainnya.

Pasal 13
Keputusan Persidanganan
(1)
Keputusan diambil atas dasar musyawarah dan mufakat; dan apabila tidak tercapai maka pengambilan keputusan diambil atas dasar perhitungan suara terbanyak.
(2)
Perhitungan suara dilakukan secara bebas dan rahasia dari setiap anggota yang memiliki hak bicara atau hak suara.
(3)
keputusan yang diambil harus diteruskan ke Pengurus PGRI yang setingkat untuk segera ditindaklanjuti seperlunya.
Pasal 14
Garis Hubungan Kerja
(1)
Garis hubungan kerja antara DKGI pusat dengan Provinsi dan atau Kabupaten/kota adalah bersifat konsultatif, pelaporan maupun pelimpahan wewenang penanganan masalah kasus pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia.
(2)
Garis hubungan kerja DKGI dengan pengurus PB PGRI dan atau Perngurus PGRI Provinsi dan atau Kabupaten/kota didasarkan bahwa DKGI adalah kelengkapan perangkat organisasi otonom yang dibanggakan.
(3)
Keputusan DKGI harus mejadi keputusan Pengurus PGRI, dan Pengurus PGRI harus melaksanakan keputusan DKGI yang setingkat dengan pengurus PGRI.
(4)
Apabila DKGI mengadakan garis hubungan kerja dengan pengurus PGRI yang lebih tinggi tingkatannya maka harus melalui pengurus PGRI yang setingkat dengan DKGI tersebut.

Pasal 15
Adminstrasi dan Pendanaan
(1)
Administrasi DKGI dikelola oleh sekretaris, dan tatalaksana perkantoran berpedoman/mengikuti dan ditunjang oleh pengurus PGRI.
(2)
Pengelola sekretariat DKGI harus bertanggung jawab atas jaminan kerahasiaan seluruh berkas-berkas persidangan dan yang lainnya.
(3)
Pendanaan yang dibutuhkan untuk kelancaran dalam menjalankan fungsi dan tugas DKGI menjadi tanggung jawab pengurus PGRI.